Selasa, 29 September 2015

Sesingkat Pagi & Sore

Dari setiap hari yang semu, ketika berminggu-minggu sangat singkat, bagai pagi dan sore. Kita yang terpaksa untuk saling bertatap, terpaksa untuk saling berjalan bersama, terpaksa membelah hujan bahkan tertutup kabut saat gerimis. Apa lagi? Terpaksa untuk saling menyapa hingga ternyesum. Namun hidup tetaplah sesingkat pagi dan sore.

Berdansa mengikuti detik yang memanjakan, atau tak memberi kesempatan pada waktu untuk hanya sekedar berbicara lewat mata? Entahlah.. Bahkan ketika kau sudah mengerti bahwa hidup hanya sesingkat pagi dan sore, matamu hanya terpaku pada detak jam dinding yang menertawakanmu. Ataukah kita hanya memanjakan waktu?

Dari hening yang terus merayu untuk berdansa bersama pena, lalu kutulis sebuah rangkaian kata yang enatah dari mana ia berada. Kau tahu? Itu isi hatiku yang tak dapat tersirat. Atau hanya lelah dalam jiwa yang menggebu? Tapi setelah itu, aku damai. Aku tak ingin berandai-andai jikalau waktu bisa saja kukembalikan saat mengingat atau sekedar rindu. Aku takkan merengek meminta kau kembali pulang, meski aku tahu bahwa hidup hanya sesingkat pagi dan sore..

Rasanya, ah!

Aku ingin teriak sekencang mungkin dan mengatakan bahwa...

1 komentar:

  1. Hai, terima kasih sudah membaca blogku. Tulisanmu bagus, dan terasa begitu puitis. Aku juga sudah merespon komentarmu di blogku. Silakan jika berkenan.

    BalasHapus