Berawal dari sebuah
kata kamu, yang membawaku pada sebuah pemikiranku yang menerka – nerka semua
tentangmu. Entah mengapa, saat kamu menarik tanganku untuk berdansa denganmu
hati yang tenang menjadi berdesir bagaikan sebuah ombak laut yang dihantam oleh
kapal pesiar. Kita berdansa seperti RAJA dan RATU pada malam itu. Namun.. “ting
tong” alrm ku bersua. Seketika kamu pun melepas tanganku dengan lembut dan aku
yang sedang tertidur cantik dibawah sinar rembulan yang menerangi bunga tidurku
bangun dengan penuh tanda tanya. Apakah kita akan bertemu lagi? Apa hanya dalam
aroma bunga tidurku? Di dunia nyata, aku dan kamu tak pernah bertegur sapa.
Walaupun ada didepan mata, walaupun kita saling berhadapan. Terkadang, hanya
terlihat memerhatikan jarak jauh. Tapi, apa lah arti sebuah tatapan jarak jauh
itu? Aku tak ingin menerka – nerka dengan semua perasaanmu tentang hal ini. Aku
mungkin menyukaimu dari segala sisimu. Aku hanya dapat berdiam dikala kumbang –
kumbang itu menepi dikuncup bunga terindah dan mengibarkan sayapnya seakan
melambaikan tangan untuk menyapamu, anggun. Sebenarnya, aku tak mengerti dengan
semua tingkah lakumu terhadapku, layaknya orang yang sedang bermusuhan. Mungkin
itu caramu untuk mengenalku. Aku pun begitu, seperti terkunci bibir ini saat aku
berhadapan denganmu. TUHAN yang memberiku waktu agar aku dapat melihat dirimu.
Waktu yang selalu mempertemukan kita. Tapi waktu jualah yang memisahkan kita.
Sudahlah… mungkin aku terlalu angkuh mengatakan hal yang sejujurnya tentang
perasaanku padamu. Itu lah caraku, agar tak menyakiti hati saat aku melihat
kamu dengan… tak perlulah aku mengharapkan setangkai mawar yang tertutupi oleh
etalase. Karena itu cukup menguras saku
ku untuk membelinya. Aku hanya orang yang sederhana, sesederhana aku
menyukaimu. Tak perlu lah aku membeli mawar dengan bau pestisida yang dapat
membunuh aroma sedapnya. Cukup aku yang menanam benih dan merawatnya dengan
tangan halusku, selanjutnya aku yang akan memetik untuk ku simpan sampai akhir
hayatku.
Aku baru mengenalmu,
awalnya aku hanya menganggapmu sebagai angin yang menghalau bebas saja.
Terserah mau pergi ke selatan, timur, barat, atau utara sekalipun. Aku tetap
merasa acuh dan tak peduli. Sekalipun, kamu bagai mawar terindah yang selalu di
hampiri beribu kupu – kupu. Aku tetap tak peduli. Bukan.. bukan berarti aku
menganggapmu tak ada. Aku masih tetap pada gaya khas ku duduk santai dan “cuek”
dikursi taman itu. Sambil mendengarkan lagu kesukaanku dengan menggunakan
earphone favoritku, sampai tak menyadari bahwa kau memperhatikanku secara
detail dari sebrang sana. Aku memang tak dapat membaca fikiranmu apa lagi
mengartikan gerak – gerikmu, karena menurutku kamu adalah pria misterius yang
pernah aku temui. Mungkin melebihi “ZORO”. Aku mengerti kata – kata ku terlalu
berlebihan, tapi ini lah kenyataannya. Ini fakta, aku yang rasa. Terbesit
difikiranku, kamu yang menyentuh relung jiwaku yang hampa dan sepi. Tapi aku
tak ingin mengatakan kamu lah bagian puzzle ku yang hilang, untuk saat ini. aku
terlalu takut kamu seperti mereka. Kamu yang tersudut disana menatap dan
tersenyum padaku.
Kala malam berserakan
bintang – bintang, dibawah sinarnya aku menggariskan sebuah sketsa wajahmu yang
bersinar terang dalam hatiku, dalam fikiranku. Ketika musim semi tiba, daun –
daun yang berantakan di tepi jalan, aku menghapus jejakmu dengan langkahku.
Saat semi menghilang, dan hujan yang turun lebat kita berjalan berdua mencari
sisa deru derap langkah yang terhapus karna basah terkena air hujan. Badan yang
sudah kuyup pun tak terasa, jemari yang mulai keriting aku abaikan. Masih dapat
tertawa walaupun dingin menusuk tulang – tulang tubuhku. Kita mengarungi kuda –
kuda besar yang menghalau pada sebuah jalan yang menikung tajam. Dan masuk ke
dalam labirin panjang. Gelap! Tak ada cahaya meski 1 titik. Seakan, seberkas
cahaya muncul saat kamu membawakan bintang tadi malam yang ku buat sketsa
wajahmu. Kamu memegang erat tanganku seakan ingin menjagaku dengan penuh hati –
hati. Kamu pun berjalan sangat perlahan, menuntunku, selalu melihat kebelakang
untuk memastikan aku ada bersamamu. Padahal tangan yang tak kau lepas
tergenggam kencang, seakan terikat mati. Namun, aku masih takut tangan ini kau
lepas dan kau terbang dengan sayap cantikmu. Aku rasa kau tak seperti itu. Itu
hanyalah dunia hayalku saja. Buktinya, kamu masih tetap berjalan perlahan dan
mencengkram tanganku erat. Jika orang – orang diluar sana mengatakan rasaku itu
besar, tapi menurutku tidak. Rasaku ibarat hanya sebesar ujung jariku saja.
Kenapa? Coba bayangkan, jari kuku bila dipotong maka akan tumbuh kembali. Nah,
begitu juga denganku. Walaupun kamu suka menyebalkan dan membuatku membencimu,
tapi rasaku akan tumbuh kembali seperti ujung kuku itu. Saat aku memejamkan
mata, terasa kamu disampingku. Memegang erat kedua tanganku seakan takut
kehilanganku.