Senin, 01 April 2013

Cerita "Kamu"


Berawal dari sebuah kata kamu, yang membawaku pada sebuah pemikiranku yang menerka – nerka semua tentangmu. Entah mengapa, saat kamu menarik tanganku untuk berdansa denganmu hati yang tenang menjadi berdesir bagaikan sebuah ombak laut yang dihantam oleh kapal pesiar. Kita berdansa seperti RAJA dan RATU pada malam itu. Namun.. “ting tong” alrm ku bersua. Seketika kamu pun melepas tanganku dengan lembut dan aku yang sedang tertidur cantik dibawah sinar rembulan yang menerangi bunga tidurku bangun dengan penuh tanda tanya. Apakah kita akan bertemu lagi? Apa hanya dalam aroma bunga tidurku? Di dunia nyata, aku dan kamu tak pernah bertegur sapa. Walaupun ada didepan mata, walaupun kita saling berhadapan. Terkadang, hanya terlihat memerhatikan jarak jauh. Tapi, apa lah arti sebuah tatapan jarak jauh itu? Aku tak ingin menerka – nerka dengan semua perasaanmu tentang hal ini. Aku mungkin menyukaimu dari segala sisimu. Aku hanya dapat berdiam dikala kumbang – kumbang itu menepi dikuncup bunga terindah dan mengibarkan sayapnya seakan melambaikan tangan untuk menyapamu, anggun. Sebenarnya, aku tak mengerti dengan semua tingkah lakumu terhadapku, layaknya orang yang sedang bermusuhan. Mungkin itu caramu untuk mengenalku. Aku pun begitu, seperti terkunci bibir ini saat aku berhadapan denganmu. TUHAN yang memberiku waktu agar aku dapat melihat dirimu. Waktu yang selalu mempertemukan kita. Tapi waktu jualah yang memisahkan kita. Sudahlah… mungkin aku terlalu angkuh mengatakan hal yang sejujurnya tentang perasaanku padamu. Itu lah caraku, agar tak menyakiti hati saat aku melihat kamu dengan… tak perlulah aku mengharapkan setangkai mawar yang tertutupi oleh etalase. Karena itu cukup menguras saku  ku untuk membelinya. Aku hanya orang yang sederhana, sesederhana aku menyukaimu. Tak perlu lah aku membeli mawar dengan bau pestisida yang dapat membunuh aroma sedapnya. Cukup aku yang menanam benih dan merawatnya dengan tangan halusku, selanjutnya aku yang akan memetik untuk ku simpan sampai akhir hayatku.
Aku baru mengenalmu, awalnya aku hanya menganggapmu sebagai angin yang menghalau bebas saja. Terserah mau pergi ke selatan, timur, barat, atau utara sekalipun. Aku tetap merasa acuh dan tak peduli. Sekalipun, kamu bagai mawar terindah yang selalu di hampiri beribu kupu – kupu. Aku tetap tak peduli. Bukan.. bukan berarti aku menganggapmu tak ada. Aku masih tetap pada gaya khas ku duduk santai dan “cuek” dikursi taman itu. Sambil mendengarkan lagu kesukaanku dengan menggunakan earphone favoritku, sampai tak menyadari bahwa kau memperhatikanku secara detail dari sebrang sana. Aku memang tak dapat membaca fikiranmu apa lagi mengartikan gerak – gerikmu, karena menurutku kamu adalah pria misterius yang pernah aku temui. Mungkin melebihi “ZORO”. Aku mengerti kata – kata ku terlalu berlebihan, tapi ini lah kenyataannya. Ini fakta, aku yang rasa. Terbesit difikiranku, kamu yang menyentuh relung jiwaku yang hampa dan sepi. Tapi aku tak ingin mengatakan kamu lah bagian puzzle ku yang hilang, untuk saat ini. aku terlalu takut kamu seperti mereka. Kamu yang tersudut disana menatap dan tersenyum padaku.
Kala malam berserakan bintang – bintang, dibawah sinarnya aku menggariskan sebuah sketsa wajahmu yang bersinar terang dalam hatiku, dalam fikiranku. Ketika musim semi tiba, daun – daun yang berantakan di tepi jalan, aku menghapus jejakmu dengan langkahku. Saat semi menghilang, dan hujan yang turun lebat kita berjalan berdua mencari sisa deru derap langkah yang terhapus karna basah terkena air hujan. Badan yang sudah kuyup pun tak terasa, jemari yang mulai keriting aku abaikan. Masih dapat tertawa walaupun dingin menusuk tulang – tulang tubuhku. Kita mengarungi kuda – kuda besar yang menghalau pada sebuah jalan yang menikung tajam. Dan masuk ke dalam labirin panjang. Gelap! Tak ada cahaya meski 1 titik. Seakan, seberkas cahaya muncul saat kamu membawakan bintang tadi malam yang ku buat sketsa wajahmu. Kamu memegang erat tanganku seakan ingin menjagaku dengan penuh hati – hati. Kamu pun berjalan sangat perlahan, menuntunku, selalu melihat kebelakang untuk memastikan aku ada bersamamu. Padahal tangan yang tak kau lepas tergenggam kencang, seakan terikat mati. Namun, aku masih takut tangan ini kau lepas dan kau terbang dengan sayap cantikmu. Aku rasa kau tak seperti itu. Itu hanyalah dunia hayalku saja. Buktinya, kamu masih tetap berjalan perlahan dan mencengkram tanganku erat. Jika orang – orang diluar sana mengatakan rasaku itu besar, tapi menurutku tidak. Rasaku ibarat hanya sebesar ujung jariku saja. Kenapa? Coba bayangkan, jari kuku bila dipotong maka akan tumbuh kembali. Nah, begitu juga denganku. Walaupun kamu suka menyebalkan dan membuatku membencimu, tapi rasaku akan tumbuh kembali seperti ujung kuku itu. Saat aku memejamkan mata, terasa kamu disampingku. Memegang erat kedua tanganku seakan takut kehilanganku.