Minggu, 31 Maret 2013

Arti Cinta Dalam Kehidupan


Ketika matahari menyorot kedua mataku
Seakan tepat didepan wajahku
Kulit yang kering menjadi saksi bisu
Hanya tersirat fatamorgana disitu
                   Aku berjalan ke timur
                   Gelandangan bocah – bocah dihabisi para warga
                   Orang tua renta dibiarkan berserakan ditengah jalan
                   Sambil menyodorkan mangkuk kecil seakan bertuliskan “Kasihanilah SAYA”
Musisi jalanan berdendang dengan riang
Dari lampu merah, lampu kuning, sampai lampu hijau
Tapi para pereman merebut kantung receh
Seakan tak peduli berapa banyak peluh yang mereka habiskan
                   Aku berjalan memutar waktu
                   Terdengar kegaduhan dari sebrang sana
                   Bocah yang berdiri diteras rumah itu
                   Tangan yang gemetar dan lutut yang lemas
Lontaran kata – kata kasar
Dari para orang dewasa
Uh, aku pikir itu bukan orang dewasa
Seakan hanya anak kecil yang merebutkan mobil – mobilan
                   Aku berlari kearah selatan
                   Terbisik jeritan nakal dari telingaku
                   Memutar badan kebelakang
                   Nampak digubuk pecutan melayang kearah manusia tak berdaya
Darah merah mengalir
Air mata berjatuhan
Mulut yang tak henti tertutup
Ampun … Ampun … Ampun
                   Aku berlari jauh kedepan
                   Dan menepi dilautan pencopet
                   Uang rakyat dihisap
                   Busung lapar merajalela
Jangan kan rumah yang layak
Serbuk beras pun tak ada
Jeritan bayi meminta susu Ibunya
Dikasihlah iar tajin
                   Apa artinya kehidupan?
                   Bila tak ada cinta
                   Bagai teluk yang habis air
                   Bagai semut yang masuk kelubang dengan dunia maya
Coba tengok sekeliling dunia ini!
Sekeliling negeri ini! sekeliling kota ini!
Sekeliling kampong ini!
Pahamilah arti cinta
                   Masih banyak mawar – mawar layu
                   Masih banyak mawar – mawar yang hampir mati
                   Kita manusia bukan binatang jalang
                   Masih banyak saudara kita yang membutuhkan cinta

Bulan Tanpa Cahaya


Tangisan nakal terdengar dari bibirku
Tendangan halus terasa dari kaki kerdilku
Namun aku hanya dapat merasakan
Matahari menghangatkan tubuhku
Aku tak tahu dunia
Menopang kaki ku pun
Aku tak kuasa
Bersandar pada seorang tua renta disebelahku
Ketika aku diajaknya
Merasakan hembusan angin
Merasakan dinginnya tetesan air hujan
Sekejap, aku merasakan tetesan yang berbeda
Aku bertanya
“Apakah itu air hujan?”
Dengan bahasaku
Itu adalah tetesan air mata
Air mata si tua renta
Tua renta yang menghantarkanku
Ke dalam cahaya gemilang
Dengna aku dan tubuhku
Dengan segala kekuranganku

Sebuah Pencarian


Terlihat janggal. Hari ini, saat matahari mulai menampakkan dirinya. Kulihat sisi kanan, namun tak berpenghuni. Kulihat sisi kiri, tak ada nafasmu muncul ditengah keributan orang – orang yang lapar. Kulihat sekelilingku, tapi tak ada bekas jejakmu.
Kulihat merpati yang mendekatiku, seakan datang menyampaikan pesan. Bahwa kau tak ada disampingku. Aku mengirim sebuah angan tentangmu. Untuk sebuah pengharapan kehadiran dirimu. Tak ada kabar. Mereka mendiamkanku, saat aku bertanya tentang keadaanmu.
Hey, kau! Iya kau, yang berada jauh entah dimana? Apa kau akan membiarkanku menangis? Membiarkan jantung ini berdetak hebat, karena mengkhawatirkanmu. Hentikan langkahku untuk mencari jejak nafasmu. Jangan biarkan aku membopong kakiku sendiri.
Kamu dimana? Dimana aku harus menepi? Aku sudah menyebrangi lautan, dibawah sinar rembulan. Aku sudah tertidur diatas ombak, mengalir seperti rambut yang berterbangan. Dimana pun dirimu kini, sedang apa dirimu saat ini. Do’aku akan selalu menyertai jalan hidupmu. 

manusia bodoh


Aku mungkin seorang yang pengecut dengan usiaku yang menginjak hampir dewasa. Waktu itu jadwal jam olahraga di kelasku, guru olahraga kami menyuruh untuk bermain bola volley. Walaupun aku ngga terlalu jago buat olahraga seperti itu. Yaa.. tapi masih bisa lah. Namun, kebetulan pagi itu pikiranku lagi kacau banget, sebenarnya dari kemarin malam. Karena aku ngga konsen, aku selalu salah dan guru olahraga ku memarahiku berulang – ulang kali didepan teman – temanku. Ada satu orang pria yang memberi tahu semua posisiku, dan kebetulan aku diam – diam menyukainya. Tiba – tiba, jantungku berdebar – debar, sesak nafas, lutut yang lemas, air mata yang tak dapat tertahan. Akhirnya, aku memanggil temanku untuk bertukar posisi. Dan bodohnya aku, aku keluar lapangan begitu saja, aku berlari sekencang yang kumampu. Nafas yang terengah – engah. Tidak memungkinkan jika aku kembali lagi kelapangan. Karena derasnya air yang membasahi pipiku. Awalnya, aku mencari kamar mandi yang kosong untuk membuang air mata, tapi tak ada. aku memutuskan untuk tetap diam dikelas dan FUALA… pipiku banjir akibat hujan yang keluar dari mataku. Dikelas hanya ada 2 orang teman perempuanku. Pertanyaan mereka yang membuat hujannya tak ingin reda. Seketika, teman – temanku yang lain datang dari lapangan menuju kelas. Mereka berfikir aku menangis karena dimarahi guru olahraga tadi. Ada yang mengatakan aku sakit. Aku memang manusia bodoh dan lemah tak berdaya. Semua orang yang mengatakan aku begitu tegar dan kuat itu salah. Aku rapuh, serapuh dedaunan kering di ujung jalan yang jika terinjak maka akan berantakan dan tak ada apa – apanya. Mereka ngga akan pernah tahu kan, problema seseorang itu apa sebenarnya. Yang mereka tahu hanyalah dari cangkangnya, dari kulit luarnya saja.
Aku menangis, pertengkaran hebat mereka membuatku rapuh dan mengeluarkan air mata. Tak akan sanggup mendengar cacian, makian, atau hinaan dari mulut mereka. Aku bagaikan bocah kecil yang meringkuk dipojok meja sana, tersudut, gila atau depresi. Lontaran dari mulut kemulut membuatku selalu berpikir yang negative tentang mereka. Kadang aku berpikir, “Apa harus masalah sepele diselesaikan dengan urat?“, “Apa harus bertingkah laku seperti bocah kecil yang merebutkan Barbie?”, “Apa harus diluapkan kepada anak – anak mereka?”, “Apa harus aku pergi dari sini dan tak akan kembali?”, “Apa harus aku sakit parah dulu, baru kalian mengerti?”. Mereka selalu menyuruhku untuk jadi anak yang senang dirumah. “Apa aku pernah melanggar?” NGGA! Aku selalu turuti kemauan mereka, karena aku pikir itu ya untuk kebaikan ku juga nantinya. Tapi apa gunanya dirumah, jika keadaannya saja seperti ini. ruangan yang semula sejuk bisa melebihi udara luar pada siang hari seakan matahari ada diatas kepala. Mereka ngga adil, aku akan tetap stay dirumah kalau mereka bisa mengerti perasaan anak – anak mereka. Mereka bilang “Ngga usah mikirin masalah yang terjadi dirumah ini”. Ngga usah mikirin? Kata mereka ngga usah mikirin? Ngga salah bilang kaya gitu? Aku masih punya hati dan perasaan. Hati kecilku ngga bakal bisa dibohongi. Apa mereka sadar, hati ini berontak waktu ngeliat mereka bertengkar. Kepikiran ngga si bakal kenganggu pada saat disekolah apa ngga? Mereka selalu marah kalau nilai aku turun. Apa mereka pernah terpikir, itu karena ngga bisa belajar akibat kegaduhan yang mereka buat? Selalu aja, selalu aja H-1 sebelum ulangan apapun, berisik lagi berisik lagi. Aku ngga peduli sama semuanya, terserah mereka mau gimana. Aku cuma peduli sama anak perempuan mereka yang masih berumur 4 tahun dan belum mengerti apa – apa. Aku cuma takut kejiwaannya terganggu karena sentakan – sentakan yang terlontar dari mulut mereka. Tolong, jadi diri kalian yang dulu. Yang mengayomi anak – anak kalian, penyabar, penyayang, bijaksana dan adil dalam menyikapi setiap masalah yang ada. Aku disuruh tetap stay dirumah juga ngga apa – apa, asal kalian tetap tenang. Ayolah… kita bangun sama – sama keindahan dalam rumah kita, merawat bunga yang layu kan lebiah indah dari pada harus membuangnya dan membelinya yang baru. _CURHATAN SI PEMUJA MALAM_   

aku, kamu, dan dia


Aku mengenalmu saat bel bergetar menghasilkan bunyi yang nyaring. Kamu duduk tenang dengan gaya khasmu, dan dia melihatmu dengan anggun. Mempertanyakan keadaanmu dan keseharianmu. Aku masih merasa acuh dengan semua pertanyaan dia tentangmu.
Perasaan yang membuatku takut, kala dia meninggalkanku demi kamu. Dia masih terus memperhatikanmu, dia berusaha mengenalmu. Lambat laun, searah dengan sang surya yang terus berganti secara bergiliran. Kamu dan dia bersama untuk sebuah pertemanan atau mungkin untuk sebuah persahabatan.
Awalnya aku yakin bahwa aku yang mengenalmu sejauh dia mengenalmu. Tapi aku salah, dan mungkin aku selalu salah. Dia yang lebih mengenalmu…
Semua kembali normal ketika kamu dan dia bertengkar hebat. Dia kembali padaku, dan kamu kembali pada kehidupanmu yang mengharapkan sebuah keadilan. Entah keadilan yang bagaimana menurutmu?...
Menurutku kamu kurang bersyukur, saat kamu menganggap dirimu seperti itu. Karna TUHAN pasti akan selalu adil kepada semua ciptaanNya. Terserah jika kamu masih tetap pada pendirianmu yang seperti itu.
Detik – detik waktu pun terbuang. Kematian yang menjelma dalam sebuah gelombang angan yang mencekikku. Mungkin aku seperti kamu, yang kurang bersyukur akan semua jalan hidupku.
Kamu dan dia dua pribadi yang berbeda. Yang berpegang teguh pada komitmen masing – masing. Memiliki pandangan hidup yang berbeda. Tapi, kalian saling sayang kan? Semua catatanmu untuk dia, sudah cukup memberi tahuku bahwa dialah orang yang kamu sayang. Bukan aku…
Kamu dan dia sama – sama orang yang berarti dalam hidupku. Kamu dan dia bagian kecil dari puzzle hatiku. Aku tak berharap kamu dan dia menganggapku ada, aku tak peduli… karna menurutku teman sejati itu sama dengan cinta sejati. Sama – sama tak meminta balasan apapun. Sama – sama harus berkorban. Sama – sama harus memberikan cahaya diatas kelabu.
Kamu dan dia tak kan hilang dari ingatanku. Kamu dan dia tak kan kulepas dari bagian puzzle ku, walaupun mur yang terpasang kokoh itu longgar karena termakan usia dan berputarnya waktu. Tak kan ku basahi dengan air mata, love you guys…