Ketika matahari
menyorot kedua mataku
Seakan tepat
didepan wajahku
Kulit yang kering
menjadi saksi bisu
Hanya tersirat
fatamorgana disitu
Aku berjalan ke timur
Gelandangan bocah – bocah dihabisi
para warga
Orang tua renta dibiarkan
berserakan ditengah jalan
Sambil menyodorkan mangkuk
kecil seakan bertuliskan “Kasihanilah SAYA”
Musisi jalanan
berdendang dengan riang
Dari lampu merah,
lampu kuning, sampai lampu hijau
Tapi para pereman
merebut kantung receh
Seakan tak peduli
berapa banyak peluh yang mereka habiskan
Aku berjalan memutar waktu
Terdengar kegaduhan dari
sebrang sana
Bocah yang berdiri diteras
rumah itu
Tangan yang gemetar dan lutut
yang lemas
Lontaran kata –
kata kasar
Dari para orang
dewasa
Uh, aku pikir itu
bukan orang dewasa
Seakan hanya anak
kecil yang merebutkan mobil – mobilan
Aku berlari kearah selatan
Terbisik jeritan nakal dari
telingaku
Memutar badan kebelakang
Nampak digubuk pecutan
melayang kearah manusia tak berdaya
Darah merah
mengalir
Air mata berjatuhan
Mulut yang tak
henti tertutup
Ampun … Ampun …
Ampun
Aku berlari jauh kedepan
Dan menepi dilautan pencopet
Uang rakyat dihisap
Busung lapar merajalela
Jangan kan rumah
yang layak
Serbuk beras pun
tak ada
Jeritan bayi
meminta susu Ibunya
Dikasihlah iar
tajin
Apa artinya kehidupan?
Bila tak ada cinta
Bagai teluk yang habis air
Bagai semut yang masuk
kelubang dengan dunia maya
Coba tengok
sekeliling dunia ini!
Sekeliling negeri
ini! sekeliling kota ini!
Sekeliling kampong ini!
Pahamilah arti
cinta
Masih banyak mawar – mawar layu
Masih banyak mawar – mawar yang
hampir mati
Kita manusia bukan binatang
jalang
Masih banyak saudara kita
yang membutuhkan cinta