Tentang
kamu yang entah dimana-hatimu-someone far away. Tahun pertama sejak aku melihat matamu, berbinar
senja yang teduh, mengiring langkah sabit di malam hari, tersenyum manja
menatap layar kaca. Seolah kau menjadi sosok rahasia yang menjadi pertanyaan
semua orang-dalam hatiku. Kau ini siapa? Yang seolah nyaman bersamaku namun
mengabaikan semua teka-teki yang kau buat sendiri. Aku ini siapa? Yang tak
hentinya meng-khawatirkanmu dalam denyut nadiku.
Tahun
kedua, aku dibuat putus asa oleh waktu. Kita berjalan di tempat yang sama-kau menganggapku sama. Aku ini…
“Woy!”
Dendi mengejutkanku dari belakang. “Curhat terus dek, buat orang yang sama? Setia
banget sih adek abang yang paling cantik.” Ledeknya.
“Apaan
sih bang? Semua wanita cantik tau’!”
“Hahaha..
handphone kamu tuh banjir chat kayanya.”
“Paling
juga group, nanti aja deh, tanggung.”
“Eh,
ada line tuh dari si..”
“Ehh
jangan dibuka!!” Aku melompat dari tempat tidurku menuju handphone yang
sedang berada di atas meja. Ketika aku mengecek pesan masuk, dan.. “… aahhhh
abanggg! Dingin pipi aku!”
“Hahaha..
tapi bo’ong. Engga ada pesan dari si Angga. Minum tuh susunya, enak masih
dingin. Bye my little sister!” Ledek abang Dendy.
Dendy
adalah kakak kandungku satu-satunya, dia adalah abang sekaligus pengganti Ayah
semenjak Ayah meninggal dunia sejak aku masih kecil. Bahkan, aku tak mengenal
Ayahku seperti apa, hanya semua yang diceritakan Abang Dendy dan Ibu. Kata
Abang Dendy wajahku mirip sekali dengan Ayah, makanya terkadang Ibu suka
memanggilku anak Ayah.
…
yang selalu ada di belakang layar. Meski hanya kutersenyum memandangmu dari
jauh. Ada yang perlu kau tahu, sebuah rangkian kata spesial untukmu adalah
ketika kedua tangan yang menjulang ke atas, terbuka lebar, bermohon untuk
keselamatan hidupmu-doaku.
Tepat
pukul delapan pagi, aku bergegas mandi untuk menepati janji pergi ke
perpustakaan umum di daerah Jakarta Pusat. Sebelumnya aku menghubungi temanku
yang akan kuajak ke tempat tersebut.
“Bang,
aku izin mau ke perpustakaan yang ada di Cikini.” Kataku.
“Iya,
jangan sore-sore pulangnya, jangan lupa makan siang.” Pesan Abang.
Aku
berangkat dengan kereta listrik dari Bogor, aku tak sendiri, ditemani seorang
teman baruku. Sebenarnya ini hutangku padanya untuk mengajak berkeliling Ibu
Kota, tapi apa daya dengan jadwal yang semakin padat mungkin hanya beberapa
tempat yang akan kami kunjungi.
Seperti
tour guide, aku memperkenalkan satu persatu jalanan di Ibu Kota-yang kita lewati. Bahkan aku sudah menghapalkan sejarah beberapa
bangunan tua yang menjadi icon Ibu Kota. Dua hari lalu sebelum
keberangkatan hari ini, aku sudah bulak-balik internet untuk membaca tentang
cerita singkat tempat yang akan kunjungi. Meski tidak semua yang kuingat.
Tempat
tujuan pertama yang kami kunjungi adalah Perpustakaan Umum Taman Ismail
Marzuki, dengan gedung yang berlantai tiga dan sangat nyaman untuk meng-eksplor
satu persatu judul buku. Tak terasa, sudah berjam-jam kami asyik dengan
segala jenis buku, sampai bertukar pikiran tentang sebuah filsafat, kadang
gelak tawa akibat jaring-jaring otak mulai kusut karena rasa lapar yang hadir.
“Makasih
banget loh Ann, kamu udah ngajak aku kesini. Asli keren banget!” kata Fiko.
“My
pleasure..” jawabku.
“Oiya
Ann, aku punya hadiah buat kamu, aku buat ini di Solo. Semoga kamu suka.” Fiko
membuka ipad-nya dan melihatkan sebuah video yang ia buat sendiri,
sambil memainkan sebuah gitar tua yang warnanya telah memudar.
This is how I feel
Whenever I’m with you
Everything is all about you
Too good to be true
Somehow I just can’t believe
You can lay your eyes on me
If this is a fairytale
I wish it will end happily
Lagu
Ten2Five dengan judul Love Is You ini selanjutnya kita nyanyikan
bedua dengan suara yang berdesah karena dilarang berisik di perpustakaan. Lagu ini
termasuk lagu kesukaanku. Setiap aku menemukannya di dalam kelas beberapa tahun
lalu, aku selalu merengek untuk memainkan gitar untukku. entah sihir apa yang
telah merasuki jiwaku.
“Kamu
suka Ann?” katanya.
“Sukaaa
banget!” jawabku singkat, sambil tetap memutar ulang terus menerus video itu.
“Ann,
aku takut..” sambungnya.
“Takut
kenapa Fiko? Ada aku disini, hehe”. Jawabku tak serius karena asyik menonton
video itu.
Aku
takut setiap kali menatap matamu, aku takut sinar itu tak bisa lepas dari bola
mataku, aku takut kau tak lagi bisa di sampingku, aku takut Ann.. aku takut
mencintaimu-kehilanganmu.
Kau
begitu tulus Ann, hatimu yang tidak diketahui banyak orang, kau yang selalu
bisa dan sanggup menutupi kesedihanmu, aku tahu kau menangis Ann.. andai kau
tahu-selalu ada untukmu. Ann, sejak saat itu, sejak aku menceritakan
semua tentang kehidupanku, kau menatapku dalam, entah apa yang kau pikirkan
namun terasa samapi relung hati ini. Ann, andai kau tahu, andai kau merasakan
sejak saat itu aku sadar bahwa kenyamanan ada dalam dirimu.
Ann,
aku takut jatuh cinta padamu-matamu-jangan tinggalkan aku-jadilah takdirku.
Aku
sesekali mencuri pandang padanya. Matanya menatap tajam ke arah video yang ia
buat sendiri tapi aku tahu pikirannya tak lagi disini. Aku tahu pandangannya
kabur entah apa, yang jelas aku nyaman berada di dekatnya.
Kadang
aku berpikir, kebodohan apa yang sedang kulakukan? Aku menjaga hati untuk
seseorang yang jauh disana-hatinya.
Dia benar-benar tak nyata untukku, angin yang tak dapat kulihat, bahkan arahnya
bukan menujuku. Kebodohan apa yang sedang kulakukan? Aku hanya ingin tertawa
ketika aku baru menyadari aku mengejar angin tanpa tahu siapa dan tak dapat
digenggam.
Lalu,
orang di sampingku ini siapa? Seseorang yang baru kukenal di sudut kelas sana.
Aku sudah merasakan ada yang berbeda darinya, dia berbicara lewat petikan senar
gitar yang mulai longgar, tak peduli, asal bebannya lepas.
Aku
takut untuk jatuh cinta, aku menutup diriku untuk siapapun yang baru hadir. Tak
mungkin kau terkecuali, entah mengapa. Jika salah, mengapa kita dipertemukan
oleh waktu setelah berlayar pergi? Itu kamu.
“Fiko!”
“Aduh!
Jangan bikin kaget, Ann.” Jawab Fiko ketus.
“Jangan
berlamun gitu makanya, aku udah putar bulak-balik video kamu nih sampai 100
kali.”
“Hahaha..
berlebihan banget kamu Ann! Makan yuk! Aku yang traktir.”
“Traktir?
Wahh.. asyik dong. Tapi ini gak jadi yang terakhir kan Fik?” hanyutku dalam
bayang sendu.
“Ayo
Ann, aku gak akan tarik tangan kamu kan?” Ledek Fiko sambil berjalan pelan
meninggalkan bangku kita, belum muhrim Ann.
Kesadaranku
makin mengental, aku takut kehilangannya. Hati ini cemas. Ada yang salah dari
perjalanan kita hari ini. Kita berjalan samping-sampingan dan tanpa sadar kita
sama-sama berlamun menatap langit yang mendung, tak ada basa-basi. Sampai
lamunan itu buyar di depan tempat makan dengan harga promo.
Pelayan
datang dengan ramah mencarikan posisi yang nyaman untuk dua orang. Ah pas
banget! Dekat jendela di lantai dua yang langsung menghadap ke gedung-gedung
pencakar langit sampai menembus awan. Kita memilih-milih makanan-benar-benar tak ada satu kata pun yang keluar.
“Mba
saya mau yang ini!” aku dan Fiko membuka suara dengan bersama-sama. Pelayan itu
tertawa kecil sambil menutup bibirnya dengan tangan putihnya itu.
“Fiko!
Aku dulu!” kataku. Fiko hanya menganggukkan kepalanya.
Sambil
menunggu makanan tiba, lagi-lagi kita tak bergumam sama sekali. Aku sibuk
memandang langit ibu kota di balik kaca yang sangat bersih, sambil menopang
dagu. Namun kurasa Fiko sedang memperhatikanku sesekali. Ayolah Fiko,
ucapkan sesuatu.
“Eh!”
lagi-lagi kita membuka percakapan yang bersamaan.
“Tuhkan
samaan lagi.” Kata Fiko.
“Jodoh
kali, eh!” dengan segera aku menutup bibirku dan setelah itu menggembungkan
kedua pipiku.
Fiko
hanya tersenyum kecil, “pipi kamu merah padam tuh, kaya kepiting.”
Akhirnya,
makanan kami telah datang. Tepat disaat cacing-cacing di perutku berteriak
karena sudah terlalu lapar. Aku makan dengan lahap dan Fiko makan dengan santai
sambil sesekali menatpku dengan senyuman kecil di bibirnya.
“Habis
ini aku mau ajak kamu ke suatu tempat, pasti kamu suka.” Kata Fiko. Aku hanya
menganggukkan kepala karena amsih repot dengan makanan yang ada di mulutku.
Selesai
makan Fiko benar-benar tidak memberiku ruang napas sedikit pun. Di membayar
makanan ke kasir dan menungguku di tempat itu. Sungguh keterlaluan!
“Ikuti
aku terus, jangan kemana-mana matanya. Nanti kamu tersesat.” Ucap Fiko dengan
serius.
Aku
pikir Fiko tak bisa serius.
Kita
berada di bawah langit yang mulai redup akibat petang. Aku sangat menikmati
perjalanan ini, kulihat aspal jalanan yang dilukis warna-warni dengan berbagai
makna yang tersirat. Aku seperti sedang menari-nari di atas pelangi.
“Fiko,
masih lama? Aku pusing.” Ucapku berbisik. Fiko berbalik arah menghadapku.
***
Aku
tersadar dari tidur singkatku. Tubuhku melemah, semua terasa kaku, hanya mata
yang dapat kubuka perlahan-lahan. Sesekali aku mengedipkan mata dengan
hati-hati, kepalaku terasa berat dan sakit. Yang kulihat saat ini bukan hanya
Fiko, tapi Abang Dendy dan Ibu.
Aku
menutup suanan kecemasan dengan senyuman. Semua orang yang ada di hadapanku
melempar senyum berarti rasa lega bahwa aku baik-baik saja.
“Abang,
jangan marah ya.” kataku bersuara parau dengan napas yang terengah-engah.
“Abang
gak marah sama kamu, abang marahnya sama teman kamu.” ledek Abang Dendy.
“Abang
jangan jahat, please..” suaraku memohon.
“Haha
enggalah.. Dia yang gotong kamu sampai ada taxi tadi.”
Aku
memberikan senyum pada Fiko yang berarti terimakasih. Fisikku memang lemah
sejak kecil, lelah sedikit pasti langsung tumbang.
“Tadi
aku mau nunjukin ini sama kamu.. “ Fiko membuka ipad-nya, “.. tapi
karena kamu pingsan, jadi aku suruh teman-temanku merekam dan mengirimkannya
aja deh buat kamu.”
Fiko
memegang ipad-nya yang sedang diperlihatkan kepadaku. Sebuah permainan
alat musik tradisional yang dipadukan dengan music masa kini dan lagu ber-genre
pop dengan asyik dimainkan, juga anak-anak kecil di belakangnya yang
menari-nari kecil. Video yang berdurasi dua puluh lima menit itu membuat mataku
tak berkedip. Fiko selalu tahu apa yang kuinginkan.
“Fiko,
mau kamu yang mainin gitarnya.” Rengekku manja.
Fiko
menganggukkan kepala tanpa menjawab dengan kata, ia pergi keluar ruangan. Entah
apa yang akan dia cari. Padahal aku tak meminta dengan serius. Sementara
itu, sambil menunggu Fiko kembali, Abang Dendy terus mengusap kepalaku dan Ibu
menggenggam tangan sambil meratapi wajahku dengan penuh kesedihan.
Akhirnya
Fiko datang dengan membawa ukulele dan seorang anak kecil-ukulele miliknya. Aku tertawa kecil, apa-apaan sih Fiko, manusia
ini selalu membuat kejutan. Fiko menyanyikan sebuah lagu Bruno Mars.
Cause’
your amazing
Just
the way you are
Aku
sudah bilang pada hatiku bahwa kau tulus, kau baik. Dari cerita singkatmu yang
menunjukkan kau begitu menyayangi ibumu, aku seakan sudah menetapkan aku
untumu. Fiko maafkan karena aku baru sadar sekarang.
Bukan
hanya aku, Ibu dan Abang Dendy juga merasa terhibur oleh petikan ukulele yang
dibawakan Fiko. Setelah lagu usai, Fiko berpamitan keluar untuk mengantarkan
anak kecil itu kembali pulang.
“Cepet
sembuh ya kakak cantik.” Kata anak kecil itu sambil tersenyum menunjukkan
lesung pipinya.
Ann,
semoga kamu senang. Kau tak usah mengatakan apapun, aku sudah bisa mengartikan
senyummu. Cepatlah sehat, Ann. Kau harus kuat selagi aku tak ada.
“Ann,
aku harus pergi. Aku berangkat ke Solo malam ini.” kata Fiko sambil menatapku
dalam-dalam.
“Kamu
gak mau menemani aku sampai aku sembuh?” kataku lirih, aku masih
membutuhkanmu! Aku masih membutuhkanmu, Fiko!
“Ann,
kata-katamu yang membuatku semangat untuk menjalani hidup. Aku selalu
mengingatmu disaat aku malas bekerja. Ann, selain untuk Ibuku, aku bekerja
untukmu.” Katanya berbisik.
Aku
tak dapat berkata apapun, bibirku dibuat bungkam oleh kata-katanya. Kecemasan
dan kegelisahanku selama ini seketika memudar. Aku menatapnya, menjawab
penyataannya dengan bulir air mata kebahagiaan.
“Jangan
menangis Ann, aku takkan mengusapnya sampai aku benar menjadi imammu. Tunggu
aku datang bersama Ibuku. Berjanjilah kau harus kuat selama aku tak ada.”
sambungnya lagi.
Fiko
berpamitan pada Ibu dan Abang Dendy. Lalu mereka berbincang sebentar. Fiko
melirikku dengan menyisakan senyumannya, melambaikan tangan, lalu pergi.
Ann,
jauhkan kecemasan dan kegelisahan itu. Aku yang akan menghapuskannya untumu.
Tidak banyak orang tahu hati tulusmu Ann. Kau begitu baik dengan kata-katamu.
Senyummu yang selalu menampakkan kebahagiaan sehingga semua orang tertipu bahwa
kau sebenarnya lemah. Aku akan menopang sakitmu Ann. Aku selalu berdoa semoga
Tuhan menguatkanmu-untukku.
***
Kau
lelaki yang menyihir mataku dengan petikan gitarmu. Raut wajahmu yang pertama
kali aku lihat sedang memainkan melodi usang itu, aku sudah mengerti bahwa ada
perasaan kecewa yang ingin kau keluarkan. Fiko, mungkinkah itu kamu?
Aku
akan berjani, aku kuat untukmu. Kutunggu khitbahmu seperti yang kau ucapkan.
Namun jika aku sudah tak kuasa, jika jiwaku akan terbang ke angkasa, maka
kumohon maafkan aku. Kalau bukan aku, kamu pasti mendapatkan bidadari yang
lebih indah dariku. Fiko, kau tahu aku tak secantik wanita disana, tapi
terimakasih karena kau telah memilihku.
Fiko,
mungkinkah itu kamu? Itu kamu!
Let me love you
With all my
heart
You are the one
for me
You are the
light in my soul
Let me hold you
With my arms
I wanna feel
love again
Cause’ I know
Love is you..
Ten2Five – Love
is You
*Makasih buat teman baru aku yang sudah menyembuhkan blog Coretan si Pemuja Malam. Jadi bisa ngepost lagi deh.. Hatur nuhun kang..*
sami sami neng.... wkwk
BalasHapusOopssii bukan akang Yuan yaa
HapusItu tentang yuan?
BalasHapusBukan timel, akang yuan mah ngibul wkwk
HapusRomansanya asik. Cuma mungkin cara bertutur/narasinya bisa dieksplor lagi, ya. Ntap.
BalasHapusOkedeh bakal terus belajar lagi. Makasih sudah menyempatkan membaca dan masukkannya:)
HapusRomansanya asik. Cuma mungkin cara bertutur/narasinya bisa dieksplor lagi, ya. Ntap.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMakasih kaka Hilda Wardah Hafidz sudah menyempatkan membaca. Kritik dan saran selalu ditunggu, loh.. Jangan pernah bosan ya :)
Hapus