Minggu, 15 Desember 2019

Si Bungsu Desember


Malam-malam begini biasanya paling enak ditemani indomie goreng dua bungkus pakai telor ceplok, minumnya cokelat hangat aja deh ya. Hmm, novel dan komik semuanya berdebu, nggak tau deh sudah berapa abad tidak tersentuh, pergi ke toko buku juga sudah tidak pernah, rasanya rindu juga berpetualang di alam narasi-narasi orang. Sekarang kerjaannya lebih ke hal yang lebih serius walaupun dulu aku juga menamakan kegiatan menulisku dengan pekerjaan yang serius tapi sayangnya waktu belum mengizinkan.



Aku tahu bahwa perjalanan hidup sudah ada yang mengatur, kita sebagai makhluk Tuhan hanya ditugaskan bersyukur dan selalu siap dengan segala jalan hidup yang digariskan oleh-Nya. Hati dan logika harus selalu tersambung oleh Sang Pencipta agar tidak salah jalan dan salah bersikap. Namanya juga manusia yang tak pernah luput dari khilaf dan dosa tapi waktu tak akan bisa dikembalikan, hanya dapat diperbaiki hari demi harinya. Semua kejadian yang sudah berlalu biarlah menjadi pengingat diri yang kalau memang jelek berarti jangan diulang, kalau memang baik maka pertahankan. Tapi memang benar, manusia juga mudah lupa, maka beruntunglah aku dan kalian tentunya yang dikelilingi orang-orang yang selalu mengingatkan. Mungkin mereka yang selalu ada untukku dan kalian tidak mengharapkan balasan tapi setidaknya jika tidak bisa membalas kebaikan mereka, jangan melukai hatinya.



Desember, si bungsu dari Januari sampai November. Akhir tahun dimana musim penghujan tiba, yang biasanya juga dipakai sebagai hari-hari pernikahan. Namun di akhir tahun begini, aku memakai Desember sebagai masa-masa memperbaiki diri, merenung hal-hal yang sudah kuhabiskan selama dua belas bulan. Setiap tahunnya aku selalu dikejutkan dengan hal-hal baru yang penuh warna, begitu banyak hal yang menyenangkan, menyedihkan, membuat rasanya ingin menyerah saja, sampai tak memiliki gairah untuk mengerjakan apapun. Dan pada akhirnya aku selalu bersyukur karena selalu diberi kekuatan untuk melewati semua itu.



Kamu pernah nggak percaya tentang harapan-harapan yang ditulis lalu ditempel di dinding? Beberapa atau kebanyakan orang-orang sukses yang aku lihat di youtube atau di televisi membuat seperti itu, awalnya aku tidak percaya tapi tak pernah ada salahnya mencoba sesuatu hal baik, kan?



Ya, aku tulis beberapa harapan dan kutempel di madding kamar yang sengaja berhadapan denganku, jadi kalau aku bangun dari tidur, lalu aku membaca harapan-harapan itu dan langsung aku aamiin-kan dalam hati. Lalu apakah terqobul? Haha.. aku juga belum tau.



Kalau ditanya apa cita-citaku untuk saat ini. Jawabannya sederhana saja, aku tak pernah memiliki cita-cita untuk menjadi orang yang kaya raya, hanya dicukupkan saja segala kebutuhanku dan keluargaku, juga dicukupkan untuk bisa memberi dan bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkan. Aku ingin bermanfaat untuk semua orang, minimal orang-orang terdekat. Aku ingin membahagiakan semua orang yang aku sayangi, meskipun aku tahu bahwa manusia tidak bisa membahagiakan semua orang secara bersamaan, tetap harus ada yang dikorbankan. Ya, manusia bukan makhluk sempurna.



Apa cita-citamu saat kecil? Apa kamu ingat? Kalau aku, aku ingin jadi dokter bukan agar bisa membeli barang-barang mewah tapi aku ingin menjadi dokter yang rela mengutamakan keselamatan pasien-pasiennya terlebih dahulu daripada harus menunggu biaya administrasinya. Aku ingin jadi guru yang mencerdaskan dan mendidik murid-muridku menjadi orang-orang yang memang layak dikatakan ‘manusia’ yang beradab, jadi selogan ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ itu tetap harum. Lalu, aku ingin menjadi penulis yang tulisannya dikenang minimal di tanah kelahiranku sendiri, yang bisa membuat si pembaca bersyukur dengan hidupnya sendiri bukan sekedar tulisan-tulisan romansa. Jadi, sekiranya Tuhan merindukanku dan para malaikat-Nya menjemputku, aku tidak hanya meninggalkan nama.



Terkadang miris memang saat aku berkata atau berucap tapi mereka bilang, pantas saja pandai merangkai kata kamu kan penulis jadi jago berspekulasi. Atau, dasar tukang khayal! Apalagi kalau yang mengatakan itu adalah orang-orang terdekat atau orang-orang yang kusayang. Tidak semua orang paham bahwa menulis itu sebenarnya kata hati yang sulit dikeluarkan dalam tulisan. Semua orang mungkin pandai berbicara tapi tidak semua orang bisa menumpahkannya ke dalam tulisan.



Aku salut dengan mereka yang bisa menulis sajak-sajak yang kalau dibaca sampai menggetarkan jantung, merinding sebadan, sedalam itu mereka menahan emosi jiwa yang mungkin saja sebenarnya bisa dikeluarkan lewat amarah atau melontarkan kata-kata kasar tapi tak mereka lakukan.



Desember ini aku lebih banyak diam dan tidak berkomentar apapun atau memberi pembenaran kepada mereka yang menyalahkan aku atas sikapku. Kembali lagi aku hanya manusia biasa yang tidak bisa membahagiakan semua orang tapi aku selalu berusaha untuk selalu memberikan yang terbaik tapi mungkin caranya yang salah. Satu hal yang aku pahami, sebuah hasil tidak akan pernah berkhianat pada proses. Ada beberapa hal yang ingin aku capai, berarti aku tidak boleh hanya diam saja, aku harus berusaha dan tentunya berdoa.



Untuk kedua orang tuaku, sahabat-sahabatku, dan untuk yang terkasih.

Aku sadar bahwa waktuku akhir-akhir ini hanya kupakai sendiri, kalau ada yang bilang aku egois karena mementingkan diri sendiri, aku tak menyalahkan itu. Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku sedang berjuang menuju garis finish, dengan segala keterbatasan diri. Aku tidak haha-hihi di luaran sana, aku tidak bermalasan-malasan apalagi melarikan diri dari kalian. Tentang finansial, tentang kejenuhan, tentang mental dan fisik yang ditekan, aku siap babakbelur untuk membahagiakan kalian, terus berdiri tegap memberikan yang terbaik untuk kalian. Karena aku menyayangi kalian yang selama ini sudah ada untukku. Namun jika caraku salah, hanya maaf yang dapat terucap dari bibir ini, hanya kata maaf yang dapat terlintas di hati, hanya air mata yang mewakilkan betapa pengecutnya diri ini karena tak sanggup menjelaskan sebuah kebenaran. Tidak pernah ada niat untuk membohongi atau membodoh-bodohi kalian. Sadar memang aku bukanlah manusia yang baik tapi aku bukan manusia yang tega berbuat jahat dan melukai hati makhluk ciptaan Tuhan. Terimakasih untuk kalian yang sudi mendengarkan penjelasan manusia hina ini. Kemudian semoga aku bisa membuktikan bahwa waktu yang kubuang-buang selama ini adalah untuk membahagiakan kalian.



Tidak pernah ada gunanya berdebat. Aku, kamu, kita tidak tahu bagaimana rasanya di posisi yang sama karena kita memiliki posisi yang berbeda. Aku bilang itu angka enam tapi di posisi yang lain, kamu bilang itu angka sembilan. Manusia memang biasanya hanya pandai menghakimi tanpa memberi ruang pada diri sendiri untuk memahami. Kalau pikiranku benar tapi bukan berarti kamu salah.



Kalau mereka berlomba-lomba memiliki rumah yang mewah, aku hanya berusaha menata rumahku yang cukup dan layak untukku dan keluargaku kelak. Tempat dimana bukan hanya sebagai tempat tidur dan menaruh pakaian tapi tempat kembali pulang yang hangat, nyaman dan aman, yang selalu dirindukan.



Si bungsu penghujung tahun semoga kisah-kisahnya menjadi pelajaran hidup untuk kembali pada jalan yang benar, memperbaiki diri. Tidak pernah ada perjalanan yang baik-baik saja, selalu ada hujan, gersang, dan badai tapi percayalah akan selalu ada pagi yang menanti, akan selalu ada senja yang hangat. Terimakasih untuk mereka yang senantiasa bersamaku, yang tidak pernah menyerah untuk selalu menggenggam tanganku, yang tidak pernah pergi seburuk apapaun aku.